Polimer Organik


Sejak dahulu kala manusia telah menggunakan berbagai jenis material untuk menopang kehidupan mereka. Jenis material yang mereka gunakan antara lain meliputi kayu sebagai bahan bangunan, kulit, wol dan kapas sebagai bahan pakaian, dan kanji (starch) yang digunakan sebagai bahan perekat. Dewasa ini, material tersebut digolongkan sebagai polimer organik (organic polymer). Organik polimer yang digunakan pada masa lalu umumnya merupakan polimer yang tersedia atau diperoleh secara alami (naturally occurring polymers) dan karena itu dikenal pula dengan nama biopolymer (biopolymers). Material yang tergolong biopolimer antara lain meliputi protein, enzim, dan selulosa yang diperoleh dari proses biologi dan fisiologi tumbuhan dan hewan. Secara umum, polimer organik terdiri atas rantai (jaringan) atom karbon yang sangat panjang dan karena itu tergolong sebagai molekul makro.
Berbagai bencana alam, baik yang bersifat fisik maupun biologis, peperangan yang berkepanjangan, serta peningkatan kebutuhan hidup manusia akan berbagai jenis material menjadi salah satu faktor yang mendorong pengembangan polimer dari polimer alam menjadi polimer semi-sintetik. Sebagai contoh pemanfaatan bubur kayu sebagai bahan dasar kertas didorong oleh menurunnya jumlah kapas, pengembangan sutera buatan dilakukan sebagai akibat merajalelanya gangguan hama pada ulat sutera. Pada awalnya, produksi polimer sintetik dilakukan secara empiris karena pada saat tersebut sifat atau perilaku dasar molekul polimer belum diketahui dengan baik.
Pada awal 1900-an, kemajuan berbagai instrumen penelitian bidang sains (Fisika, Kimia, dan Biologi) telah memungkinkan penentuan struktur molekul polimer dan membuka jalan bagi pengembangan molekul organik menjadi polimer sintetik. Sejak akhir perang dunia II revolusi dibidang material ditandai dengan kemajuan polimer sintetik seperti plastik, elastomer, karet dan serat (fiber). Sains polimer berkembang pesat di tangan Paul Flory, seorang ahli kimia. Selanjutnya de Gennes dan Edwards menerapkan konsep fisika modern dan fisika statistik untuk mendeskripsikan rantai molekul yang panjang.
Untuk beberapa aplikasi praktis,  bagian logam dan kayu telah digantikan oleh plastik dan karet, oleh karena harganya yang murah serta memenuhi persyaratan seperti halnya dengan logam dan kayu. Polimer organik sintetik atau secara singkat disebut polimer, telah memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehari-hari.  
Sekalipun telah mengalami perkembangan yang luar biasa dalam beberapa dasawarsa serta dapat memenuhi berbagai kebutuhan manusia, polimer organik sesungguhnya memiliki sejumlah kelemahan. Kelemahan utama yang dimiliki oleh polimer organik adalah stabilitas termal dan resistansi oksidasi yang rendah, serta masalah lingkungan (limbah industri dan limbah plastik yang tidak dapat didaur ulang). Kebutuhan untuk memproduksi material yang memiliki daya tahan mekanik, termal dan kimia yang melampaui daya tahan plastik pada umumnya berkembang pesat seiring dengan perkembangan industri pesawat ruang angkasa. Selain itu, perkembangan bahan plastik dan elastomer mengalami kemunduran sebagai akibat menurunnya jumlah pasokan bahan mentah fosil karbon. Kenyataan tersebut justru mendorong dan mempercepat berbagai penelitian untuk menemukan material alternatif dari sumber mineral yang tersedia di bumi dalam jumlah yang tak terbatas. Hasilnya, sejumlah ahli fisika-kimia di berbagai belahan bumi mulai menyelidiki kemungkinan untuk mensintesa polimer anorganik (inorganic polymers) yang dapat menutup berbagai kelemahan yang dimiliki oleh polimer organik.
Secara sederhana, istilah polimer anorganik merujuk pada bahan (polimer) yang jaringan atomnya tidak tersusun dari atom karbon. Dengan definisi sederhana seperti itu, material seperti silicate, polyphosphate, polysilanes, siloxanes, aluminosilicates, polyposphazenes, polymeric sulphur nitride dan glas inorganic tergolong polimer anorganik. Selain itu, zeolit termasuk polimer anorganik, sekalipun material tersebut hanya ditemukan secara bebas di alam dalam jumlah yang kecil serta memiliki sifat mekanik yang umumnya lebih buruk dibandingkan dengan polimer organik. Akan tetapi, sejak tahun 1960, sejumlah ilmuwan telah mampu mensintesa zeolit dan feldspathoid dari bahan dasar silika dengan alumina. Dewasa ini, semen Portland, karena alasan proses/perilaku hydrasi dan polikondensasi, digolongkan pula sebagai salah satu jenis polimer anorganik.  
Polimer anorganik sintetik yang paling tua adalah alkali silicate glass yang telah digunakan sejak periode Badarian di Mesir (12000 S.M.). Sedangkan benda-benda yang terbuat dari gelas pertama kali digunakan di Thebes sekitar 5000 S.M. sebagai azimat (lion’s amulet) yang dewasa ini disimpan di British Museum. Terobosan pertama dalam produksi polimer anorganik dilakukan oleh Thomas Graham pada tahun 1833 berupa sodium polyphosphate yang dapat berbentuk kristal atau amorf. Pada tahun 1897, H.N. Stokes berhasil mensintesa polydichlorophosphazene yakni material elastomer anorganik yang memiliki sifat seperti karet, dan menjadi stimulus berbagai penelitian material polimer phosphazene. Pada tahun 1904, F.S. Kipping menemukan polysiloxane, material pertama yang terbuat dari bahan polimer organo-anorganik. Penemuan penting lainnya adalah ditemukannya sulphur nitride pada tahun 1973 oleh V.V. Labels yang ternyata bersifat konduktor. Pada tahun 1975, Green et. al. menunjukkan bahwa sulphur nitride memiliki sifat superkonduktor.
Dewasa ini, industri polimer anorganik yang paling besar adalah manufaktur semen Portland. Berbagai bahan dasar seperti batu gamping (calcium carbonate), lempung, dan silika dihaluskan dan dibakar pada suhu tinggi antara 1375 – 1475 oC. Hasil akhir dari pembakaran tersebut merupakan material yang terdiri atas empat fase dengan rumus kimia ideal Ca3SiO5, Ca2SiO4, Ca3Al2O6, and Ca2(Al,Fe)2O5 dengan perbandingan tertentu (berat, wt%) yang disesuaikan dengan tujuan aplikasinya. Namun demikian, proses atau produksi semen Porland melepaskan gas CO2 dalam jumlah yang sangat besar, dan dengan memperhitungkan jumlah industri semen yang ada secara global maka dapat difahami mengapa industri tersebut merupakan kontributor utama emisi gas CO2 ke udara. Penelitian inovatif sangat diperlukan agar produksi semen atau material subsitusi semen menghasilkan teknologi polimer anorganik yang lebih hijau atau ramah lingkungan. Beberapa tahun terakhir ini, pengembangan material semen yang diaktivasi dengan larutan alkali, termasuk geopolymer, menarik perhatian yang sangat besar dari para ilmuwan dan pihak industri sebagai salah satu alternatif semen bermutu tinggi dan ramah lingkungan.

nya.agar lebih lengkap silahkan download file nya di SINI atau
DOWNLOAD
semoga bermanfaat
NOTE : setelah anda klik link download, pada sudut kanan atas akan muncul
please wait 5..4..3..2..1 dan klik SKIP ADD

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Polimer Organik"

Post a Comment