Kehadiran Geopolimer


Durabilitas beton dan mortar kuno yang sangat tinggi,  seperti beton piramida Giza di Mesir dan colloquium di Roma dibandingkan dengan beton dan mortar zaman sekarang telah mendorong berbagai penelitian untuk menyelidiki komposisi beton kuno tersebut. Davidovits (1987) menunjukkan bahwa produk kuno tersebut tidak hanya kuat secara fisik tetapi juga tahan terhadap serangan zat asam dan siklus panas-dingin yang ekstrim. Pada mulanya, diduga bahwa perbedaan utama antara produk kuno dengan semen Portland terletak pada komponen calcium silicate hydrates (C-S-H) yang merupakan komponen utama semen Portland. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa beton kuno di Piramida Mesir juga mengandung C-S-H dan oleh karena itu Davidovits (1988) menduga bahwa terdapat fase zeolitik dalam konsentrasi yang besar pada semen kuno. Campbell and Folk (1991) kemudian membuktikan bahwa tingginya durabilitas beton kuno tersebut sungguh-sungguh karena kehadiran fase zeolitik dan senyawa amorf di dalamnya.
Di awal tahun 1980-an, Davidovits mengusulkan sebuah teori bahwa sebagian besar material piramida di Mesir tidak terbuat dari bongkahan balok batu gamping yang kemudian disusun membentuk piramida sebagaimana yang selama ini diyakini. Menurut Davidovits batu bata piramida dicetak di tempat tersebut dan dibiarkan mengeras membentuk tiruan batuan zeolitik. Penelitian intensif mengikuti usulan tersebut akhirnya melahirkan sebuah keluarga mineral polimer yang baru, yang oleh Davidovits et.al. diberi nama alkali-activated aluminosilicate geopolymer atau geopolymer saja. Nama geopolimer dipilih karena kondisi hidrotermal material tersebut mirip dengan proses kondensasi polimer organik.
            Dalam hal komposisi kimia dan proses pembentukan, geopolimer dapat dipandang ekivalen dengan zeolit sintetik sekalipun geopolimer bersifat amorf. Davidovits (1988) mengusulkan bahwa geopolimer diperoleh dari disolusi dan polikondensasi polimerik mineral aluminasilikat dan larutan alkali tinggi. Pada kondisi hidrotermal proses tersebut menghasilkan material polimerik amorf tiga-dimensi. Keluarga material baru ini disebut poly(sialates) dan terdiri dari jaringan amorf SiO4 tetrahedral dan AlO4 tetrahedral yang berikatan dengan ion Na+ atau K+ (Gambar 1.4). Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa geopolimer poly(sialate) dapat disintesa dari bahan dasar yang murah seperti lempung (kaolinitic clays), sisa produk seperti debu terbang (fly ash), abu sekam padi (rice husk ash) dan dan furnace slag




Gambar 1.4 Struktur molekular geopolimer Na-Poly(sialate) (Davidovits, 2000)
 

Sebagai jenis baru dari material polimer, geopolimer memiliki potensi aplikasi yang sangat luas, baik dalam bentuk murni maupun dengan tambahan penguat (reinforced). Secara umum, aplikasi tersebut dapat dibagi atas 2 (dua) kategori:

1.      Produk struktural seperti sebagai bahan penguat dalam manufaktur mold (mould), pengganti semen dan beton
2.      Teknologi immobilisasi (solidifikasi/stabilisasi) untuk bahan kimia beracun, limbah industri, dan sisa bahan radioaktif.

Dalam waktu dekat diharapkan aplikasi material tersebut akan ditemukan pada industri mobil dan pesawat ruang angkasa, metalurgi, industri plastik, solidifikasi/stabilisasi limbah logam berat, dan lain sebagainya.  



nya.agar lebih lengkap silahkan download file nya di SINI atau
DOWNLOAD
semoga bermanfaat
NOTE : setelah anda klik link download, pada sudut kanan atas akan muncul
please wait 5..4..3..2..1 dan klik SKIP ADD

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kehadiran Geopolimer"

Post a Comment