Teori Ekonomi Makro , Ringkasan Pemikiran Keynesian Baru

1. Pendahuluan
Depresi besar yang terjadi pada tahun 1930 telah mendorong J.M. Keynes untuk
menerbitkan buku The General Theory yang menawarkan penyelesaian untuk mengatasi
depresi tersebut. Pemikiran Keynes kemudian berkembang dan dianut oleh banyak negara
hingga empat dekade. Sekitar tahun 1970 terjadi stagflasi yang merupakan merupakan
masalah besar dalam perekonomian dunia karena terjadi inflasi yang tinggi yang diikuti
oleh tingkat pengangguran yang serius. Stagflasi ini tidak dapat diselesaikan dengan
menggunakan kerangka pemikiran Keynes. Hal ini mengakibatkan para ekonom mulai
meninggalkan pemikiran Keynes dan Kurva Phillips, yang merupakan trade-off antara
besarnya inflasi dan pengangguran, juga mulai ditinggalkan dalam konsensus ekonomi
makro. Stagflasi ini lebih banyak disebabkan oleh terganggunya penawaran agregat, yang
berbeda dengan analisis Keynes yang menyatakan bahwa penyebab utama fluktuasi adalah
adanya pergeseran permintaan agregat. Landasan mikro dari pemikiran Keynes mulai
dipertanyakan dan pemikiran Klasik Baru mulai mendominasi menggantikan pemikiran
Keynes.
Pemikiran Klasik Baru terus berlanjut dan kebanyakan tidak mau memasuki teori
tentang siklus bisnis yang berdasarkan market clearing. Padahal dalam pemikiran
Keynesian teori tentang siklus bisnis mendapat perhatian yang cukup banyak. Sehingga
tidak heran kalau ide Keynesian terus berkembang dan muncul lagi sekitar tahun 1980 dan
sering disebut Kelompok Keynesian Baru. Keynesian Baru mengawali teorinya dengan
premis bahwa dalam perekonomian terdapat pengangguran tidak suka rela dan menetap
(persistent) serta fluktuasi ekonomi merupakan pusat dari semua persoalan dalam
perekonomian, seperti: represi dan depresi yang merupakan representasi dari kegagalan
pasar untuk skala besar. Keynesian Baru juga menempatkan pembaruan dalam landasan
mikro ekonomi. Pembentukan teori makro ekonomi berdasarkan pengembangan teori
mikro ekonomi untuk pasar barang, pasar tenaga kerja, dan pasar modal.
Pemikiran Keynesian Baru tetap mempertahankan tradisi dari Keynesian yaitu
adanya kekakuan dalam harga dan upah nominal, sehingga Keynesian baru berusaha untuk
mencari penjelasan yang lebih dapat diterima. David Romer merupakan salah satu
tokohnya dan berpendapat bahwa pasar tidak berkompetisi sempurna dan ada penghalang
untuk menerapkan harga nominal yang fleksibel. Lebih jauh Romer menekankan adanya
komplemen antara kekakuan nominal dan riil. Adanya kekakuan riil dapat meningkatkan
2
kekakuan nominal (Romer, 1993). Sedangkan Bruce Greenwald dan Joseph Stiglitz yang
juga masuk dalam kelompok ini, menawarkan pendapat lain. Mereka berpendapat bahwa
adanya pasar yang tidak sempurna dapat menyebabkan bermacam-macan hal, seperti:
meningkatnya biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat dan terjadinya informasi yang
tidak sempurna.
2. Pokok Pemikiran Aliran Keynesian Baru
Pemikiran dalam kelompok Keynesian Baru sangat beragam termasuk di dalamnya
Mankiw, Summers, Stanley Fisher, Phelps, Akerlof, Yellen dan tiga nama yang telah
disebutkan dalam Pendahuluan. Mankiw merupakan salah satu tokok yang paling banyak
kontribusinya dalam pengembangan teori maupun dalam mengumpulkan artikel yang
berhubungan dengan Keynesian Baru.
Perhatian utama dalam Keynesian Baru adalah mencari model yang kuat dan
meyakinkan untuk menjelaskan adanya kekakuan upah dan harga dengan berlandaskan
pada memaksimalkan perilaku dan ekspektasi rasional. Disamping itu, Keynesian Baru
juga menaruh perhatian pada penelitan tentang proses penyesuaian harga yang terjadi di
perusahaan. Sampai saat ini para ekonom belum mempunyai kesatuan pendapat tentang
kebijakan perusahaan dalam hal penyesuaian harga. Kelompok ini juga tidak sepenuhnya
menolak pandangan Klasik Baru. Walaupun demikian Keynesian Baru tetap memberikan
sokongan kepada pandangan Keynes yaitu:
• Dalam perekonomian, adanya pengangguran yang tidak suka rela selalu berlaku.
• Pemerintah perlu secara aktif menjalankan kebijakan untuk mengatasi masalah
pengangguran dan atau inflasi dan mewujudkan kegiatan pada kesempatan kerja penuh.
Dalam hal ini Keynesian Baru berkeyakinan bahwa dalam jangka panjang ekonomi
pasar masih tidak akan mampu dengan sendirinya menciptakan kesempatan kerja
penuh, sehingga tetap dibutuhkan adanya kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah
yang dimaksudkan di sini adalah yang bersifat untuk mengurangi terjadinya
ketidaksempurnaan pasar.
Pemikiran Keynesian Baru tentang adanya fluktuasi juga berbeda dengan
pemikiran Keynes maupun Klasik. Perbedaan pandangan ini secara umum dapat dibedakan
berdasarkan keyakinan berlakunya dikotomi klasik dan keseimbangan Walras, seperti
terlihat pada Gambar 1.
3
Gambar 1. Perbedaan Pemikian Keynesian Baru terhadap Lainnya (Romer, 1993)
3. Kekakuan Upah dan Harga
Pada dasarnya Keynesian Baru berpendapat bahwa walaupun terdapat
pengangguran yang tidak suka rela dan kelebihan penawaran barang pada masa resesi,
harga-harga barang tidak menurun ke tingkat yang akan mewujudkan kesempatan kerja
penuh. Adanya bentuk pasar yang bukan persaingan sempurna, pasar yang tidak lengkap,
dan informasi yang tidak simetris membuat harga barang bersifat kaku dan tidak mudah
berubah seperti pada pasar persaingan sempurna. Untuk menjelaskan kekakuan baik
kekakuan harga maupun kekakuan upah, Keynesian Baru mengemukan beberapa teori.
3.1. Penyebab Kekakuan Upah
3.1.1. Model Kontrak Implisit
Model ini aslinya berasal dari Bailey (1974), D.F. Gordon (1974), dan Azariadis
(1975). Kemudian dikembangkan menjadi hipotesis tingkat alamiah (natural rate
hypothesis) oleh Friedman (1968) dan Phelps (1968) yang lebih menekankan proses
memaksimumkan perilaku untuk pasar tenaga kerja. Secara ringkas model ini menunjukan
bahwa upah pekerja di suatu perusahaan ditentukan secara kontrak antara majikan dan
serikat pekerja. Serikat pekerja akan melakukan negosiasi dan menandatangani kontrak
kerja diantara pekerja yang diwakilinya untuk suatu periode tertentu. Selama masa kontrak
4
tersebut baik majikan maupun pekerja akan mematuhi keputusan yang telah disetujui.
Perubahan-perubahan dalam kegiatan ekonomi, seperti misalnya: resesi dan inflasi, tidak
akan dengan mudah membuat perubahan kontrak yang telah disetujui. Bila perusahaan
ingin menyesuaikan kontrak sebelum waktunya maka akan dapat mempunyai dampak yang
tidak menguntungkan karena:
• Negosiasi kontrak memerlukan biaya dan waktu baik bagi pengusaha maupun serikat
pekerja.
• Kegagalan dalam bernegosiasi dapat berdampak yang luas seperti terjadinya aksi
mogok para pekerja.
• Bukan suatu strategi yang optimum bagi perusahaan untuk mengurangi upah, karena
bila berlaku demikian akan banyak pekerja yang pindah ke perusahaan lain yang tidak
menurunkan tingkat upahnya.
Ini berarti bahwa dengan adanya serikat pekerja yang kuat, tingkat upah tidak dapat dengan
mudah berubah seperti pada pasar persaingan sempurna. Sehingga terjadi kekakuan upah
dan terutama upah akan sukar sekali untuk menurun apabila terjadi resesi. Kekakuan ini
yang menyebabkan timbul masalah pengangguran yang tidak suka rela.
3.1.2. Model Upah Efisien
Teori ini dikemukakan oleh Gordon (1990), Yellen (1984), Katz (1986, 1988),
Harley (1990) dan Weiss (1991). Solow (1979) memberi dasar pada model ini. Upah
efisien akan sama dengan produk marginal yang dapat diturunkan berdasarkan syarat
kondisi cukup untuk memaksimumkan keuntungan di suatu perusahaan. Menurut teori ini
perusahaan cenderung untuk menetapkan upah yang lebih tinggi dari pada upah
keseimbangan pasar persaingan sempurna. Ada empat alasan perusahaan untuk
memberikan upah yang tinggi, yaitu :
• Dengan upah yang lebih tinggi ini dimaksudkan untuk alat memaksimumkan disiplin
pekerja dalam melaksanakan tugas. Upah yang tinggi akan membuat pekerja lebih giat
bekerja dan meningkatkan produktivitasnya dan sumbangan kerjanya dapat
meningkatkan produktivitas total perusahaan. Upah yang tinggi ini menyebabkan
mereka takut kehilangan pekerjaan dan hal ini menyebabkan mereka bekerja dengan
lebih giat.
5
• Untuk menghindari biaya penggantian pekerja. Dengan sistem upah yang baik maka
kemungkinan pekerja keluar dari perusahaan dapat diperkecil, sehingga dapat dihindari
pengeluaran biaya untuk mencari pekerja baru. Biaya yang timbul akibat keluarnya
pekerja dari perusahaan dapat berupa: (i) kehilangan produksi dari pekerja lama yang
sedang mencari pekerjaan baru, (ii) biaya untuk merekrut pekerja baru, (ii) biaya untuk
memberi pelatihan kepada pekerja baru, dan (iv) pekerja baru mempunyai
produktivitas yang lebih rendah.
• Sebagai alat untuk memilih tenaga kerja yang berkualitas tinggi. Tenaga kerja yang
tersedia bersifat heterogen, yang berbeda baik dari segi kepandaian, kerajinan,
ketekunan maupun sikap dalam menjalankan tugas. Apabila perusahaan menawarkan
upah yang lebih tinggi, maka lebih banyak pekerja yang berkualitas akan melamar
pekerjaan tersebut. Dengan demikian melalui upah yang lebih tinggi, perusahaan dapat
memperoleh pekerja yang mempunyai mutu yang lebih baik.
• Upah yang tinggi merupakan imbalan yang seimbang bagi pekerja yang mempunyai
prestasi yang baik. Setiap pekerja mengukur penghargaan perusahaan terhadap dirinya
berdasarkan tingkat upah yang dibayarkan, begitu juga perusahaan akan memberikan
imbalan bagi pekerja yang giat melaksanakan kerja dengan sebaik mungkin sebagai
tanda terima kasih. Ini merupakan imbalan yang seimbang baik bagi pekerja maupun
bagi perusahaan.
3.1.3. Model Orang Dalam – Orang Luar
Model ini dikembangkan pada tahun 1980an oleh Lindbeck dan Snower. Pada
dasarnya teori ini menganggap pasar barang dan pasar tenaga kerja bersift persaingan tidak
sempurna. Bila dalam pasar tenaga kerja terdapat serikat pekerja dan jumlah perusahaan
relatif terbatas, maka tingkat upah ditentukan dari perjanjian kontrak kolektif antara serikat
pekerja dengan majikan. Dalam pasar yang demikian tenaga kerja dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu: (i) yang menjadi anggota serikat buruh atau disebut orang dalam (insider) dan
(ii) yang tidak menjadi anggota serikat buruh atau disebut orang luat (outsider). Penentuan
upah dengan kontrak tersebut cenderung lebih tinggi dari pada bila terjadi di pasar
persaingan sempurna. Apabila terjadi resesi, perusahaan akan mengurangi pekrjanya dan
sebagian orang dalam menganggur dan menjadi orang luar. Bila kegiatan perekonomian
pulih kembali, orang dalam akan menuntut kenaikan upah, sedangkan orang luar akan
6
menghadapi kesulitan untuk memperoleh pekerjaan. Hal ini disebabkan berbagai halangan
dari serikat pekerja untuk menghalangi orang luar diambil kerja oleh perusahaan.
3.2. Penyebab Kekakuan Harga
3.2.1. Biaya Menu
Teori ini dikemukan oleh Akerlof dan Yallen (1985), Mankiw (1985), Parkin (1986)
dan terakhir oleh Rotemberg (1987) dan sering disingkat menjadi Pandangan PAYM.
Istilah biaya menu dimaksudkan sebagai biaya yang akan dibayar suatu restoran apabila
membuat perubahan harga makanan yang dijualnya. Untuk menaikkan harga misalnya,
perlu membuat daftar harga baru dan ini memerlukan biaya. Di berbagai perusahaan
perubahan harga akan menimbulkan biaya yang lebih besar dari pada keuntungan
tambahan yang dapat diperoleh. Biaya untuk membuat daftar harga yang baru tersebut
dapar berupa: pencetakan, pengedaran, pemberitahuan kepada agen, kekecewaan
pelanggan bila mengetahui adanya perubahan harga. Berbagai bentuk biaya ini belum tentu
dapat ditutupi oleh keuntungan tambahan yang diperoleh. Oleh karena itu perusahaan lebih
suka mempertahankan harga yang lama, walaupun hal ini mengurangi jumlah barang yang
dijual.
Pasar barang pada umumnya juga bukan merupakan pasar persaingan sempurna,
sehingga kurva permintaan yang dihadapi menurun ke kanan yang berarti bila ingin
menambah penjualan maka harus mengurangi harga. Ini dapat mengurangi tambahan
keuntungan yang diperoleh karena bersifat diminishing return. Apabila tambahan
keuntungan tidak dapat melebihan biaya menu, perusahaan akan lebih suka mengurangi
produksi dan mempertahankan harga semula.
3.2.2. Harga Mark-Up
Dalam pasar persaingan tidak sempurna, penentuan harga pada umumnya
didasarkan pada penentuan nilai mark-up atau tambahan harga di atas biaya per unit utuk
memproduksi barang tersebut. Cara penentuan harga secara sederhana adalah
menggunakan rumus berikut:
P = M + AC
7
dengan P adalah harga barang, M tingkat mark-up dan AC adalah biaya rata-rata per unit
untuk memproduksi barang tersebut. Perusahaan akan cenderung untuk menaikkan harga
sesuai dengan mark-up yang telah ditetapkan apabila biaya produksi rata-rata meningkat,
tetapi akan mempertahankan harga yang lama dan menambah mark-up apabila biaya
produksi rata-rata menurun. Dengan kecenderungan ini berarti harga barang industri
biasanya sukar untuk diturunkan walaupun dalam keadaan resesi. Dengan kata lain harga
barang di pasar persaingan tidak sempurna bersifat kaku ke bawah.
3.2.3. Ekternalitas Pasar yang Tebal
Dalam dunia nyata penjual dan pembeli tidak dapat bertemu tanpa adanya biaya
mencari (search cost). Konsumen harus meluangkan waktu untuk mencari barang yang
dibutuhkan dan perusahaan membuat iklan untuk menarik pembeli. Pada pasar yang tebal
yaitu pada pasar dengan aktivitas ekonomi yang tinggi, akan terlihat bahwa biaya mencari
akan berkurang dibandingkan pada pasar yang tipis yang aktivitas perdagangannya rendah.
Sehingga ada kecenderungan orang akan lebih suka mencari pasar yang tebal karena
mempunyai banyak pilihan. Jika ekternalitas pasar yang tebal ini membantu menggeser
biaya marginal ke atas pada saat resesi dan ke bawah pada saat ekonomi membaik maka
hal ini akan memberi kontribusi pada terjadinya kekakuan harga.
3.2.4. Pasar Konsumen
Sebagaian besar barang dijual melalui proses belanja yang membutuhkan biaya
mencari. Pembeli selalu mempunyai informasi yang terbatas tentang harga yang termurah
di pasar tersebut. Karena biaya mencari terkait dengan proses belanja maka penjual
mempunyai kekuatan monopoli meskipun banyak perusahaan yang menjual barang yang
sama di pasar tersebut. Karena banyaknya konsumen membeli barang yang sama berulangulang
sehingga ada kecenderungan bagi penjual untuk menghalangi pembeli mencari ke
tempat lain. Cara yang digunakan penjual tersebut adalah dengan menghindari terjadinya
perubahan harga. Bila harga naik maka konsumen akan bereaksi pindah ke penjual lain dan
jika harga turun konsumen akan lambat reaksinya, karena perlu waktu untuk menyebarkan
informasi ini ke pembeli di perusahaan lain. Perbedaan reaksi perubahan harga ini dapat
menyebabkan terjadinya kekakuan harga relatif.
8
3.2.5. Kekakuan Harga dan Tabel Input-Output
Saat ini satu perusahaan berhubungan dengan ratusan perusahaan lain melalui tabel
input-output yang sangat kompleks. Bila ada kejutan permintaan maka tidak ada jaminan
bahwa keuntungan marginal akan bergerak bersama-sama dengan biaya marginal. Jika
terjadi penurunan permintaan agregat, dan satu perusahaan individu menurunkan jumlah
produksinya maka belum tentu biaya marginalnya akan menurun secara proporsional.
Setiap perusahaan akan mempunyai kondisi permintaan agregat yang berbeda, sehingga
menurunkan harga pada kondisi tersebut bisa menyebabkan bangkrut.
3.2.6. Pasar Modal yang Tidak Sempurna
Keterbatasan suatu perusahaan untuk mendapat pendanaan dari luar adalah adanya
informasi yang asimetri antara peminjam dan pemilik modal. Peminjam lebih tahu tentang
investasi yang akan dilakukan dari pada pemilik modal. Sehingga biaya untuk
mendapatkan pendanaan dari luar akan lebih mahal dari pada pendanaan sendiri. Selama
ekonomi baik, perusahaan akan mendapat untung banyak dan mampu mendanai sendiri
proyeknya. Selama resesi biaya untuk memperoleh dana meningkat karena adanya
kebutuhan untuk memperoleh modal dari luar. Sehingga terlihat bahwa biaya untuk
memperoleh modal bersifat counter cyclical. Uraian ini belum secara langsung
menerangkan adanya kekakuan harga, tetapi lebih ditekankan pada adanya pengaruh pasar
modal terhadap terjadinya siklus bisnis.
3.2.7. Harga Sebagai Indikator Kualitas
Perusahaan cenderung tidak mau menurunkan harga bila ada penurunan permintaan
karena adanya anggapan bahwa harga merupakan indikator dari kualitas barang. dengan
menurunkan harga ada resiko konsumen akan menganggap bahwa kualitas barang tersebut
sudah diturunkan.
4. Kritik Terhadap Keynesian Baru
Beberapa kritik tentang Keynesian baru diantaranya adalah:
• Pengembangan teori Keynesian Baru masih bias dan kurang memperhatikan studi
empirisnya. Karena banyaknya ide dari para ekonom Keynesian Baru maka perlu
9
kiranya untuk mengumpulkan semua ide tersebut dalam satu kesatuan struktur ekonomi
makro dan kemudian diuji secara empiris.
• Banyak teori yang sangat bagus tetapi sering tidak berhubungan satu sama lainnya
sehingga sulit untuk mengumpulkan menjadi satu kesatuan dan mengetesnya dalam
kerangka ekonomi makro Keynesian Baru.
• Kritik berikutnya berkaitan dengan biaya menu. Dengan penyesuaian harga dengan
mengganti menu yang kemungkian hanya kecil biayanya dapat menyebabkan kontraksi
yang besar dalam pendapatan nasional maupun pasar tenaga kerja.
• Landasan mikro ekonomi dengan menggunakan asumsi kekakuan harga dan upah
kurang begitu kuat. Seperti dijelaskan oleh Tobin bahwa tidak perlu landasan mikro
ekonomi dengan kekakuan harga untuk membangun ekonomi makro Keynesian.
• Keynesian Baru tidak harus menerima hipotesis ekspektasi rasional. Tetapi karena
sampai saat ini belum ada ide ataupun teori yang lebih baik untuk menjelaskan perilaku
pelaku ekonomi maka ide ekspektasi rasional tetap diterima dalam Keynesian Baru.
• Masih menggunakan model IS-LM untuk menjelaskan permintaan agregat. Dengan
menggunakan IS-LM maka akan menghilangkan adanya ekspektasi, dan berarti juga
menghilangkan kunci untuk menentukan permintaan agregat tersebut.
5. Penutup
Menurut Fisher, Phelps dan Taylor, kesimpulan dari pemikiran Klasik Baru bahwa
kebijakan pemerintah dalam mengelola permintaan tidak efektif bukan berdasarkan asumsi
ekspektasi rasional, tetapi hanya dari asumsi keseimbangan pasar secara serentak. Dalam
Keynesian Baru, model dengan asumsi adanya kekakuan harga, uang tidak netral, dan
kebijakan pemerintah yang efektif maka paling tidak secara prinsip model Keynesian Baru
dapat dibangun. Fleksibilitas harga yang besar seperti asumsi Klasik akan menyebabkan
persoalan karena berpengaruh pada fluktuasi perekonomian.
Keynesian Baru lebih mengutamakan upaya untuk menanggulangi kejutan dari
pada mencari penyebabnya. Pengalaman menunjukkan bahwa perekonomian dapat
terganggu baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Dalam model Keynesian Baru,
fluktuasi adalah tidak dapat diprediksi, tetapi tidak menganjurkan melakukan kebijakan
fine tunning untuk menstabilkan fluktuasi tersebut. Beberapa ekonom Keynesian Baru
menerima kritik dari Monetaris, meskipun demikian kebanyakan berpendapat bahwa peran
10
pemerintah tetap dibutuhkan khususnya bila terjadi kegagalan pasar, misalnya terjadi
depresi. Kebijakan intervensi adalah perlu karena kejutan yang besar dapat bersifat
menetap (persitent) dan bila menunggu pemulihan secara mekanisme pasar akan
memerlukan waktu yang sangat lama.
Daftar Pustaka
Bernanke, B. and Gertler, M. (1989) Agency Cost, Net Worth, and Business Fluctuations,
The American Economic Review, Vol. 79, No.1, March.
Deliarnov (1997) Perkembangan Pemikiran Ekonomi, P.T. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Eatwell, J., Milgate, M., and Newman, P. (1987) The New Palgrave a Dictionary of
Economics, Vol. 3, The Macmillan Press Limited, London.
Hillier, B. (1991) The Macroeconomic Debate: Models of the Closed and Open Economy,
Basil Blackwell, Inc., Oxford.
Romer, D. (1993) The New Keynesian Synthesis, Journal of Economic Perspectives, Vol. 7,
No. 1, Winter.
Snowdon, B., Vane, H., and Wynarczyk, P. (1994) A Modern Guide to Macroeconomics:
An Introduction to Competing Schools of Thought, University Press, Cambridge.
Snowdon, B. and Vane, H. (1997) A Macroeconomics Reader, Routledge, London

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Teori Ekonomi Makro , Ringkasan Pemikiran Keynesian Baru"

Post a Comment